Kita sering mendengar kata berani. Berani mati. Berani karena benar. Berani berhijrah. Apa sich berani itu???
Berani menurut KBBI adalah mempunyai hati yang mantap dan rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan dan sebagainya.
Salah satu film yang menggambarkan tentang keberanian dan sangat berkesan bagi saya adalah film 300. Film perang epik fantasi yang berdasarkan serial komik dengan judul yang sama yang ditulis oleh Frank Miller dan Lynn Varley. Keduanya retelling fiksi dari pertempuran Thermopylae dalam perang Persia. Film ini berkisah tentang King Leonidas (Raja Sparta) yang memimpin 300 Spartans melawan serangan 'Dewa' Raja Xerxes dengan jumlah pasukan lebih dari 300.000 prajurit. Walaupun akhirnya King Leonidas dan 300 Spartans kalah disebabkan adanya penghianatan dari dalam, mereka menunjukan bahwa mereka adalah prajurit pemberani pembela kebenaran dan harga diri.
Berani itu tidak hanya berkutat masalah perkelahian, perang atau adu fisik saja. Menurut Buya Hamka dalam bukunya 'Falsafah Hidup', keberanian itu terbagi dalam dua kategori. Keberanian semangat dan keberanian budi.
Keberanian semangat ini contohnya ada pada diri prajurit yang sedang berperang. Dia akan melakukan segalanya untuk kemenangan perang. "Rawe-rawe rantas, malang-malang putung" kalau istilahnya orang Jawa.
Sedangkan keberanian budi adalah keberanian menyatakan suata perkara yang diyakini sendiri kebenaranya, walaupun beresiko akan dibenci orang.
Dalam Islam yang demikian dikenal dengan amar ma'ruf nahi mungkar,, menyuruh berbuat baik, mencegah berbuat jahat.
Buya Hamka menegaskan, "Tidaklah suatu bangsa akan tegak, dan suatu faham dapat berdiri, kalau diantara bangsa itu sendiri tidak ada yang berani menyatakan kebenaran".
Nabi Muhammad SAW bersabda :
" Katakanlah yang benar walaupun itu pahit". (HR. Ahmad)
" Katakanlah yang benar walaupun itu pahit". (HR. Ahmad)
Oleh karena itu, Khalifah Umar bin Khattab sangat suka kepada siapapun dari kaum muslimin yang pemberani dan tidak segan mengambilnya sebagai orang kepercayaan.
Pernah pada suatu waktu Umar bin Khattab berperkara dengan seorang Badui dalam hal transaksi jual beli kuda. Ketika dibeli kuda tersebut dalam keadaan baik, tidak cacat sedikitpun. Tapi ketika perjalanan ke rumah tiba-tiba kuda itu pincang. Umar pun mengembalikan kuda tersebut kepada si Badui. Si Badui mengatakan keberatan dan ingin perkaranya dengan Umar bin Khattab diselesaikan oleh seorang Hakim.
Pernah pada suatu waktu Umar bin Khattab berperkara dengan seorang Badui dalam hal transaksi jual beli kuda. Ketika dibeli kuda tersebut dalam keadaan baik, tidak cacat sedikitpun. Tapi ketika perjalanan ke rumah tiba-tiba kuda itu pincang. Umar pun mengembalikan kuda tersebut kepada si Badui. Si Badui mengatakan keberatan dan ingin perkaranya dengan Umar bin Khattab diselesaikan oleh seorang Hakim.
Syuraih ibn Al Harist Al Kindi pun dipercaya oleh keduanya untuk mengadili perkara tersebut.
Syuraih pun bertanya kepada Umar, "Apakah engkau menerima kuda dalam keadaan tanpa cacat, wahai Amirul Mukminin?"
Syuraih pun bertanya kepada Umar, "Apakah engkau menerima kuda dalam keadaan tanpa cacat, wahai Amirul Mukminin?"
"Ya, saya menerima kuda itu dalam keadaan tanpa cacat," jawab Umar.
Syuraih pun menjawab, "Kalau begitu, simpanlah apa yang sudah engkau telah beli. Jika ingin mengembalikannya, maka kembalikanlah seperti sedia kala tanpa cacat", tegas Syuraih.
Sembari tertawa Umar pun berkata, "Hanya begini keputusannya? Hanya sesederhana ini?"
Syuraih menjawab dengan tegas, "Ya demikianlah keputusanku, wahai Amirul Mukminin."
Syuraih pun menjawab, "Kalau begitu, simpanlah apa yang sudah engkau telah beli. Jika ingin mengembalikannya, maka kembalikanlah seperti sedia kala tanpa cacat", tegas Syuraih.
Sembari tertawa Umar pun berkata, "Hanya begini keputusannya? Hanya sesederhana ini?"
Syuraih menjawab dengan tegas, "Ya demikianlah keputusanku, wahai Amirul Mukminin."
Mendengar ucapan Syuraih, Umar selaku pemimpin berkata, "Beginilah seharusnya putusan itu, diucapkan dengan pasti(berani) dan ditetapkan dengan adil. Pergilah engkau ke Kuffah yang banyak persengketaannya. Aku mengangkatmu menjadi Qadhi di sana."
Syuraih memberikan putusan dengan adil dan tegas, walaupun yang tersangkut perkara adalah seorang Khalifah. Amirul Mukminin. Umar bin Khattab.Dia tidak berat sebelah dalam putusannya.
Firman Allah SWT dalam surat Al Imran : 139
ولاتهِنوا ولا تخْزَنوا وانتمُ الْاعلَون انْ كنتم مؤمنين
"Janganlah kalian bersikap lemah, dan janganlah (pula) kalian bersedih hati, karena kalianlah orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kalian orang-orang yang beriman."
Terhadap ayat tersebut, seorang ulama' Mesir Sayyid Qutb menjelaskan seorang muslim seharusnya memiliki sifat berjiwa besar (berani) atau perasaan unggul yang harus dipegang teguh dalam menghadapi segala sesuatu, segala situasi, semua nilai dan semua orang, yakni perasaan serba unggul karena keimanan.
Dalam kehidupan bermasyarakat, banyak hal yang akan terjadi. Baik yang disangka atau tidak. Yang diinginkan ataupun tidak diinginkan. Dan juga banyak hal yang memberikan tekanan atau tuntutan yang berasal dari dalam diri atau orang lain. Semua tuntutan hidup yang ada, ada kalanya tidak mampu dilakukan dengan maksimal atau ada hal lain yang membatasi. Oleh karena itu diperlukan bagi seseorang untuk punya mental yang kuat dan berani dalam menghadapi persolaan tersebut.
Kalau kita hanya menunggu,, kita akan lelah dan frustasi menunggu hal baik akan datang dengan sendirinya. Berlatihlah punya pola fikir yang percaya diri dan berani. Ciptakan peluang-peluang untuk diri sendiri. Pelajari cara untuk meraih mimpi-mimpi.
Dan itu semua bisa dimulai dengan... "action!!!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar